Gaji pertama.
Hyunjin as Ares. Chaeyoung as Katarina (Ina).
Part of: Meraki
“Ayo, Res. Nongkrong dulu lah kita. Gaji pertama kamu, 'kan?” ajak seorang seniornya, mendekat pada Ares yang sedang membereskan barang-barangnya.
“Lain kali deh, ya, Mas. Saya udah ada janji soalnya.”
“Ya udah,deh. Janji sama ayang, ya?”
Ares tertawa malu. “Gitu, deh. Saya duluan keluarnya, ya, Mas! Sampai jumpa Senin nanti!”
Tidak ingin makin diledekin, Ares buru-buru melangkah keluar. Toh, sebuah amplop sudah ada di saku jaketnya. Tak ada lagi alasan untuk ia bertahan lebih lama di sana.
Mata Ares melihat sekitarnya, mencari keberadaan seseorang. Wajahnya kini terhiasi oleh senyuman kalau melihat seorang perempuan yang tampak melamun di atas motornya. Helm merah yang ia kenakan membuat wajahnya terlihat bulat dan itu menggemaskan di mata Ares.
“Kak Ina!” panggil Ares dengan riang.
Ina tersadar dari lamunannya dan langsung melihat pada laki-laki yang baru saja memanggilnya. Perempuan itu tersenyum tipis seraya memundurkan dirinya, memberi ruang pada Ares untuk mengambil alih motornya.
“Ini motor si Iden, 'kan, Kak?” tanya Ares berbasa-basi sambil memakai helmnya.
Ina mengangguk. “Siapa lagi kalau bukan dia?”
“Keren banget Kak Ina bawa motor Iden buat jemput aku,” ucapnya dengan nada menggoda.
Ina memutar bola matanya malas. “Lagian kenapa harus naik motor, sih? Lebih enak naik angkot.”
“Biar gak kemaleman nantinya, kakak sayang.”
Ares menaiki motor itu dan duduk di depan, ia membenarkan posisi spionnya terlebih dahulu sebelum menyalakan mesinnya. Ia merasakan sepasang tangan yang memegang ujung pakaiannya.
“Peluk aja kali.”
“Kata Iden, nanti bensinnya harus diisi lagi.” Sudah biasa ketika Ina tak menanggapi godaan Ares. Perempuan yang lebih tua itu memang tak nyaman jika harus menunjukkannya di depan publik.
“Iya, siap. Nanti diisi sampai full, bilangin calon kakak iparnya lagi kaya.”
“Sombong banget, hati-hati seminggu udah habis, tuh, duit.”
“Ya ... jangan dido'ain juga dong, Kak!”
“Udah, ayo jalan.”
“Peluk dulu.”
“Res.” Ina berujar dengan tegas, membuat Ares mau tak mau melajukan motor yang mereka naiki. Ketika ia sudah fokus pada jalanan dan menikmati apa yang bisa ia lihat, Ares merasakan ada tangan yang melingkari pinggangnya. Disusul dengan sebuah dagu yang menyapa pundaknya.
“Pelan-pelan aja bawa motornya.”
Ares tak bisa untuk tak tersenyum lebar setelahnya.
Tempat makan bernuansa jadul itu menjadi tujuan Ares untuk mengajak Ina masuk ke dalamnya. Tadinya, Ares berniat membawa Ina ke tempat yang dihiasi lukisan seperti biasanya. Namun, ia pikir lebih baik di tempat yang berbeda mengingat mereka sudah sering menemui lukisan sejak masih di Art Club saat sekolah dulu.
Ina menatap tak suka pada sekitarnya, tangannya yang digenggam Ares tanpa sadar membalas lebih erat.
“Kenapa, Kak?” Ina bukanlah orang yang menyuarakan hal yang membuatnya tak nyaman. Namun, bahasa tubuh perempuan itu tak bisa berbohong. Sehingga gerakan sekecil apa pun, selalu Ares perhatikan.
“Banyak yang ngerokok,” ucap Ina pelan.
Ares memberi sedikit perhatian pada sekitarnya dan yang Ina ucapkan benar adanya. “Nanti kita di lantai dua aja, ya? Apa mau ganti tempat?”
“Ayo di lantai dua.”
Restoran ini nampak sederhana dan barang-barang yang ada di sana menambah kesan jadul yang berusaha untuk disajikam. Selain itu, makanan yang disediakan pun memang makanan-makanan Indonesia. Nasi Pendem menjadi pilihan Ina dan Ares karena dari namanya terdengar meyakinkan. Mereka juga memesan teh tawar dan roti bakar isi kacang gula.
“Kenapa pesennya ngikutin aku semua, sih, Kak?” tanya Ares.
“Kamu yang traktir terus aku juga bingung soalnya menunya banyak.”
Ares memangku kepalanya dengan sebelah tangan. “Orang lain bingung kalau menunya sedikit, ini bingung karena menunya banyak.”
“Makanan ginian, tuh, kebanyakan enak ... jadi bingung.”
Ares tertawa gemas. “Ya udah, kalau gitu selamat makan, Kakak sayang.”
Ina tersenyum. “Selamat makan, Res.”
Matanya Ares kunjung beralih dari sosok Ina yang malam ini tampil cantik dengan rambut yang digerai. Biasanya juga sudah cantik kalau menurut Ares.
Ina mendongak kala merasa kalau ia sedang diamati dan dugaannya benar, Ares tengah memandanginya. Perempuan itu kemudian memberi kode agar Ares fokus pada makanannya. Ares terkekeh dan memilih untuk menurut. Saatnya untuk mengisi perut karena jika mengisi hati itu sudah dipenuhi oleh perempuan yang ia panggil 'Kak Ina'.
Setelah makanan habis, keduanya masih berdiam di sana. “Tadi tuh ada yang jual bunga, 'kan, Kak?”
“Iya, tapi itu bukan bunga asli, deh.”
“Iya, bukan. Nanti aku mau beli buat kakak.”
Ina menatapnya dengan sebelah alis yang terangkat. “Aku gak terlalu suka—”
“Mau, ya? Biar ala-ala couple romantis di IG yang dikasih bunga.”
Ares melancarkan bujukannya lengkap dengan mata yang memohon, meminta agar Ina menuruti keinginannya. Yang lebih tus menghela napasnya dan mengangguk. “Ayo beli.”
Ares langsung tertawa senang setelahnya.
“Kak, kalau diinget lagi ini first date kita gak, sih? Maksud aku ... setelah pacaran.”
Ina terdiam sebentar untuk mengingat. “Ah, iya juga, ya.”
“Soalnya waktu itu habis nerima Kak Ina langsung pergi.”
“Salah sendiri nembak di stasiun.”
Ares mendengus, tapi rasa kesalnya itu tak bertahan lama. “Tapi makasih banyak, ya, Kak. Mau aku ajakin ke tempat ginian.”
“Aku yang makasih karena udah ditraktir, pakai gaji pertama pula. Aku tiba-tiba ngerasa kalo aku orang penting.”
“Emang,” celetuk Ares. “Kamu,'kan, orang penting buat aku.”
“Gombal aja terus.”
Ina mengaduk memainkan sedotan miliknya. “Gaji pertama itu nyenengin, 'kan, Res?”
Ares mengangguk dengan antusias. “Iya, megang uang agak banyak dan itu buat aku sendiri, agak nyenengin. Jadi aku mau Kak Ina ikut ngerasain.”
“Makasih banyak,” ucap Ina sekali lagi.
“Jangan bilang makasih terus, ih, Kak. Aku emang pengen aja traktir orang yang aku sayang pake gaji pertama. Besok aku bakal traktir papi sama mami.“Ares menatap Ina sedikit kesal. Yang ditatap malah tertawa kecil, merasa terhibur dengan tingkah Ares.
” Traktir mereka makanan mahal, ya, Res,” ucap Ina dan langsung diangguki oleh yang lebih muda. Tak ada lagi kekesalan yang ia rasakan di menit sebelumnya. Anak itu kembali aktif sekarang.”
“Aku hari ini mood-nya bagus terus dari pagi. Ditambah gajian terus pacaran sama Kak Ina pulang kerja. Duh, jadi pengen nyanyi 'The Best Day Ever'-nya Spongebob semalaman.”
Jika mengingat masa lalu, terkadang Ares masih tak mempercayai kalau Ina bisa ada di hadapannya, menghabiskan waktu bersamanya. Ina yang dulu selalu jadi sosok yang ia keluhkan, kini malah menjadi sosok yang selalu ia rindukan.
“Ares, aku juga seneng bisa sama kamu. Makasih udah bawa aku ke tempat ini, walau ada yang ngerokok tapi aku tetep suka soalnya sama kamu. Makasih udah bikin aku seneng.”
“Jadi, gue harus anterin Ares dulu gitu?”
Ina mengangguk pada adiknya yang tampak mengantuk itu. “Anterin, ya, Den? Nanti gue kasih apa pun yang lo mau, deh.”
“Tapi aku sendiri juga gak papa, Kak,” ucap Ares merasa tak enak. “Bisa naik angkot.”
“Udah, dianter aja sama Iden.”
“Ya udah iya,” balas Iden pasrah dan mengambil alih kunci motornya hang dipegang oleh Ares.
“Eh, gak usah repot—”
“Udah, cuy. Ayo jalan, nanti beliin gue boba aja. by the way motor lo ke mana emangnya?”
“Lagi di bengkel, Den,” sahut Ares. Kalau sudah begini berarti Ares harus menurut apa kata Ina sama seperti yang dilakukan Iden sebelumnya.
Laki-laki kelahiran Maret itu menatap kembali pada Ina yang masih berdiri di sana. Berniat menunggu sampai adik dan kekasihnya menghilang dari pandangan.
“Aku pamit dulu, ya, Kak. Langsung istirahat habis ini. Besok kabarin berangkat jam berapa. Biar aku yang anter ke stasiunnya,” ucap Ares diakhiri dengan senyuman.
“Iya, hati-hati. Sekali lagi, makasih, Res.”
Ares baru mau berbalik untuk pergi, tapi tangan Ina tiba-tiba memegangi lengannya. Menahan Ares untuk tidak pergi begitu saja.
Perempuan itu sedikit berjinjit untuk menyapa pipi kanan Ares dengan bibirnya. Hanya sebuah kecupan kilat sebelum Ina berlari masuk ke rumah dengan wajah memerah. Meninggalkan Ares yang mematung seketika.
“Kalau udah sampai rumah, kabarin aku!” teriak Ina dari dalam rumah.
Dapat gaji hasil keringat sendiri untuk pertama kalinya, 'kencan' pertama setelah resmi jadi pasangan, ditambah sebuah kecupan pertama di pipi yang ia dapatkan selain dari keluarganya.
Ares tersenyum lebar sambil memegangi pipinya yang barusan disapa oleh Ina. Kurang sempurna apa lagi hari ini?
“Woi, buruan! Ayo pergi atau lo mau jadi boneka selamat datang di rumah gue?”
Hampir sempurna, tepatnya.