before 20 – bagian 6.

“Kamu mau buat kafe sendiri?” Edward bertanya ulang, untuk memastikan kalau ia tak salah menyimpulkan.

“Lebih tepatnya itu kayak plan b? Buat sekarang aku masih enjoy di resto,” jawab Anna.

“Kenapa tidak restoran sekalian?”

“Uhm kalau restoran, i think i can't handle it. Kalau kafe kan lebih fokus ke makanan manis, aku lebih banyak belajar pastry soalnya ... dan ya itu yang aku kuasai? I'm a pâtissière!

Edward tertawa kecil mendengar nada bicara Anna untuk kalimat terakhirnya. Tak datar seperti biasanya.

Alright, i already know you a great pâtissière.

“Gimana bisa tahu di saat kamu nyoba aja belum?”

Edward terdiam. Dia memandang ke arah Anna lalu ke makanannya yang tinggal sisa setengah. Lalu ia menjawab, “Amy.”

Hanya satu nama, tapi Anna langsung memahaminya.

“Ah Amy, saya masih merasa bersalah. Dia menghilang pas lagi sama saya ....”

“Saya pikir itu karena dia mempertemukan kita sebelum waktunya.”

Anna menatap Edward dengan bingung. “Tapi dulu kita sama sekali gak bertemu? Kamu bahkan meminta saya untuk menyimpan HP Amy sampai sekarang.”

“Dia mengirim foto kalian ke saya, mungkin itu secara gak langsung udah nemuin kita. Mau bagaimana pun saya jadinya melihat kamu lebih cepat. Lalu setelah itu kita berinteraksi karena hilangnya Amy.”

Anna terdiam, apa yang Edward jelaskan terdengar masuk akal.

“Jujur, saya pikir kamu gak ingin sama Amy karena kamu benar-benar bersikap seperti kita orang asing waktu makan malam,” ucap Anna.

Memang benar, selama lima tahun ke belakang. Lebih tepatnya setelah Amy menghilang tiba-tiba, Edward benar-benar menutup dirinya. Dia sampai rela ponselnya ada di tangan Anna karena tak ingin mereka bertemu sebelum waktunya. Lama-lama, Anna pikir Edward benar-benar sudah lupa.

“Saya hanya mencoba bersikap seperti yang seharusnya. Bukankah akan aneh jika pertemuan kita malah langsung membahas soal anak dari masak depan?” balas Edward berusaha menunjukkan wajah meyakinkan agar Anna tak merasa gelisah.

“Kamu benar ... maaf, ya. Saya memang mudah kepikiran akan sesuatu.”

It's okay, asal kamu gak banyak berpikiran buruk, Anna.”

Anna memilih untuk tak membalas lagi. Kembali menyiapkan spaghetti ke dalam mulutnya.

“Omong-omong soal Amy. Dia sudah kembali. Dia gak mengakui kalau dia anak kita untuk kali ini dan dia ada di rumah saya sekarang. Tampaknya memang rumah itu jadi magnet untuk Amy.”

Gerak tangan Anna terhenti dan itu tak luput dari penglihatan Edward. Perempuan itu menatap Edward dengan tatapan seolah yang lebih tua adalah sesuatu yang menyeramkan.

“Se-serius?”

Edward mengangguk. “Yap, do you want to see her?”


Tidak mengakui bahwa ia adalah Amy Kwon dari masa depan membuat Amy jauh lebih bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Ia menjadi sungkan untuk menghubungi Edward apalagi sampai mengikutinya untuk bertemu dengan Anna.

Anak itu kini diam sambil menonton TV. Tak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain itu ketika Edward kerja. Rasanya ia merasa sangat bosan.

Rumah ini semakin terlihat bagus. Sudah mulai banyak perabotan yang mengisi ruang kosongnya. Edward juga kini tak lagi ragu jika harus memberi uang pada Amy. Setiap makan malam pun, laki-laki itu selalu membawakan daging.

Beda dengan dulu di mana ia hanya mampu membawa satu bungkus nasi untuk Amy. Hingga mereka pada akhirnya makan satu porsi bersama karena Amy tidak tega jika harus makan sendirian.

Papinya itu sudah berkembang menjadi lebih baik.

Bel pintu ditekan. Amy teringat bahwa Edward berpesan untuk tak membuka pintu dan bersikaplah seolah rumah kosong. Ia dengan cepat mematikan televisinya dan bersembunyi di balik meja. Berharap seseorang yang ada di luar tak menyadari keberadaannya.

“Amy?” Suara itu, Amy mengenalinya. Itu adalah suara Edward.

“Boleh tolong bukakan? Saya lupa bawa kunci rumah,” katanya lagi dan Amy akhirnya percaya.

Ia berjalan menuju pintu dan membukanya setelah kunci terbuka. Mata Amy tanpa sadar membulat begitu tahu bahwa Edward tidak sendirian.

Ada Anna di sebelahnya.

“Hai, Amy,” panggil Anna lalu tersenyum manis.

Edward melirik sekitar. “Lebih baik kita masuk dulu,” ucapnya dan baik Anna atau Amy pun menurut.

“Saya pikir saya gak akan lihat kamu sampai puluhan tahun ke depan. Ternyata sekarang saya bisa lihat kamu lagi,” ucap Anna membuat Amy mengerjapkan matanga beberapa kali.

Tunggu.

Jadi, mami sadar kalau aku Amy yang sempat mendatangi mereka dulu.

Anna dapat menebak apa yang tengah anak itu pikirkan. Jadi, dia berkata, “Amy, we always remember you.

Ucapan Anna itu membuat Amy spontan melihat ke arah Edward.

“Saya hanya mengikuti kamu. Kamu bersikap seolah saya orang asing, jadi saya pun bersikap demikian daripada kamu gak nyaman.”

Amy terdiam cukup lama. Hingga akhirnya ia berkata, “Aku ... aku bingung sama situasi ini.”

Anna tersenyum lembut lalu mengelus pipi anak masa depannya itu. “Kamu pasti kangen sama masa kamu yang sebenarnya, 'kan?”

Amy mengangguk. “Jujur, iya. Aku sebenarnya capek ada di sini.”

“Kalau begitu, please tell us. What should we do to get you home?” tanya Anna.

Amy lagi-lagi terdiam. Senyum di wajah Anna dan Edward akhirnya menghilang ketika Amy berkata.

“Aku gak tahu, Mami. Aku juga bingung kenapa aku bisa tiba-tiba ada di sini lagi. Aku kira aku udah dipindahkan ke masaku yang seharusnya.”