bonus kanawan

Rules :

• Kamu boleh mengunggah potongan ceritanya saat memberi tanggapan di akunmu. Pastikan akun tidak dikunci, ya, dan jangan lupa tag aku.

• Untuk yang ingin menyampaikannya secara pribadi, silakan tulis di tellonym saya agar bisa saya bagikan.

• Link cerita tidak boleh dibagikan pada yang lain. Ini khusus untuk yang mengikuti vote kemarin.

Happy reading dan maaf kalau ada kesalahan dalam pengetikannya.


Wonwoo as Awan Jun as Kana.

Awan kira, begitu dia mengetuk pintu tempat tinggal Kana, mereka akan langsung pergi keluar. Namun, laki-laki yang rambutnya mulai memanjang itu malah menariknya untuk masuk terlebih dahulu.

Kana mendorong Awan agar mau duduk. Lalu, laki-laki itu sibuk sendiri dengan mondar-mandir. Mulai dari mengambil minum untuk Awan, menyerahkan kotak rokok yang masih ada setengah isinya, dan terakhir masuk ke kamar untuk mengambil pakaian yang serupa dengan yang tengah ia gunakan.

Baru Awan akan mengambil rokoknya sebatang, tapi niatnya itu ia batalkan. Dia menatap tak suka pada pakaian yang tengah Kana tunjukkan sekarang.

“Lo beneran mau suap gue supaya mau pake baju couple sama rokok?”

Dengan wajah sok polosnya, Kana mengangguk.

“Iya lah.”

Awan menyandarkan duduknya, lalu mengangkat salah satu kakinya dengan angkuh. “Gak mempan.”

Kana menatap Awan dengan sengit. Namun, detik berikutnya tatapan memohon lah yang dirinya tunjukan. “Ayo, dong, Wan.”

Awan menggeleng. “Gak.”

Kana duduk di sebelah laki-laki itu, mulai menempelkan dirinya pada Awan. Tangan dan kakinya mengelilingi tubuh laki-laki yang lebih muda satu bulan darinya itu. Lalu, pipinya mengusak pada bahu Awan.

Membujuk.

Awan menahan napasnya tanpa sadar. Dia juga menahan diri supaya tak membalas pelukan Kana.

“Ayo, dong, Wan!” ucap Kana. “Lo nurut, gue juga nurut, deh.”

Sebelas alis Awan terangkat, merasa tertarik. Dia menolehkan kepalanya agar bisa menatap pada Kana. “Beneran?”

Kana mengangguk.

“Apa pun itu?”

Kana mengangguk lagi.

“Oke, siniin bajunya.”

Kana tak langsung membalas. Dia masih diam di posisinya dan menatap Awan dengan curiga.

“Apa?” tanya Awan.

“Jangan minta yang aneh-aneh,” jawab Kana dengan nada tegas.

Awan tersenyum meledek. “Iya.”

Kana melepaskan pelukannya, lalu mengambil baju yang semula ia taruh secara asal di sandaran sofa. Laki-laki itu menyerahkannya pada Awan seraya mendorong agar Awan berdiri dari duduknya.

“Ganti di kamar sana,” perintahnya. Awan hanya bergumam tak jelas dan pergi ke kamar Kana.

Sebenarnya, Awan tak begitu masalah kalau pakaian yang Kana beri masih terlihat bagus untuknya. Masalahnya Kana menginginkan mereka memakai baju overall dengan dalaman putih. Baju seperti itu bukan Awan sekali.

Namun, karena Kana sudah menjamin dirinya akan memberi sesuatu sebagai balasan. Jadi, Awan sekarang tak begitu masalah.

Kitten,” panggil Kana begitu Awan keluar dari kamarnya. Laki-laki berambut pirang itu menatap kekasihnya dari atas hingga ke bawah.

Awan menarik kedua sisi celana yang dia kenakan. “Aneh, njir, gue pake ginian.”

“Lucu, kok.”

Awan menatap Kana dengan aneh. Sementara, Kana sekarang sedang merentangkan tangannya.

“Gue seneng kita pake baju couple. Ayo jalan sekarang!”


Awan rasanya ingin mengubur dirinya sendiri. Mereka sekarang ada di pusat perbelanjaan. Memakai pakaian seperti ini cukup menarik perhatian, terlebih tubuh keduanya memang sama-sama tinggi. Jadi, mereka terlihat mencolok.

“Mau main gak? Apa kulineran aja?” tanya Kana dengan antusias. Matanya berbinar kala menatap Awan. Itu membuat rasa sebal Awan kembali tertanam seketika.

Awan berdeham. “Kulineran aja.”

Okay! Ayo beli crepes.”

Tangan Awan kembali ditarik. Kana berjalan dengan cepat dan Awan mau tak mau mengikutinya.

Untuk beberapa detik, Awan terdiam memandangi laki-laki yang berjalan sedikit lebih depan darinya itu.

Rambutnya yang diwarnai pirang itu sudah memanjang sehingga Kana mengikat setengahnya. Jujur, pakaian ini juga cocok untuknya.

Dulu Kana selalu tampil sok keren supaya permainannya dapat lebih mudah ia mainkan bersama dengan targetnya. Namun, semenjak dengannya Kana tak pernah mencoba lagi. Mungkin karena ini Awan dan mereka tak perlu mencoba untuk saling mengenal lagi.

“Mau traktir gak, Kitten? Nanti gue yang beli minumnya.”

Awan mengerjapkan matanya, dia tak sadar kalau mereka sudah sampai di tempat makanan yang Kana inginkan.

“Gue aja.”

Kana mengernyit mendengar itu. Awan yang paham kalau Kana kebingungan kembali berkata, “Gue aja yang bayar buat malam ini.”

“Beneran? Jadi, lo gak minta gue yang traktir sebagai balasan karena udah minta lo pake baju ini?”

Awan menggeleng. Tangannya bergerak untuk mengusak pucuk kepala Kana dan mendorongnya pelan untuk mundur.

“Beli ginian doang, gue mampu kali. Lo kau tokonya pun, gue beliin.”

Kana menatap Awan dengan sebal. Lengannya menyikut Awan lumayan keras. “Songong!”

“Dah, lo mau yang mana?”

Choco banana!

Awan mengangguk dan memesan apa yang Kana inginkan barusan dan juga untuk dirinya. Mereka kembali memutari area itu untuk mencari minuman yang diinginkan. Awan dan Kana pun sempat membeli dimsum satu untuk berdua karena tadi tampak menarik.

Setelahnya, baru mereka bisa duduk untuk menikmati makanan masing-masing.

“Kalau dipikir-pikir ini kayak date sama cewek,” ucap Kana menjadi orang pertama yang memulai obrolan lagi.

Sebelah alis Awan terangkat. “Masih mau sama cewek?”

Kana menggeleng. “Gue cuma mengungkapkan apa yang gue pikirkan, oke? Harusnya gue yang tanya itu ke lo gak, sih?”

“Kenapa gue harus kayak gitu?”

“Soalnya lo bucin abis sama Jennifer,” ucap Kana, lalu memasukkan satu buah dimsum sekaligus ke dalam mulutnya. Membuat pipinya menggembung seketika.

Awan menatap Kana lekat dan terkekeh. “Kan, gue udah bilang. Kalau dipaksa bareng-bareng gak akan bener.”

Kana memilih untuk tak membalas karena sibuk mengunyah. Awan pun tak mengatakan apa-apa lagi setelah itu.

“Lo kenapa, deh, tiba-tiba pengen kita pake baju couple kayak gini?” tanya Awan setelah cukup lama mereka saling diam.

Kana menatap pada laki-laki berkacamata itu dengan ragu. Namun, sedetik kemudian tatapannya berubah menjadi jahil.

“Mau tahu banget apa mau tahu aja?”

Awan menancapkan garpunya lumayan keras pada dimsum yang tersisa. Laki-laki itu menatap tajam pada yang lebih tua.

“Jawab yang bener.”

Kana bergidik menyaksikan itu. Namun, dirinya tentu gengsi untuk menunjukkannya.

“Iya elah, gue jawab. Galak bener soal ginian doang,” katanya sok santai.

Laki-laki Gemini itu menunduk dan mengaduk minumannya dengan asal. Dia antara ragu dan malu untuk mengungkapkannya pada Awan.

“Sebenarnya, gue pengen aja. Mumpung ada juga bajunya,” jawab Kana.

Awan masih menatap dengan tatapan yang meminta penjelasan. Tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh Kana.

“Beneran gitu doang? Bukan karena Rendra kemarin posting dia sama Bisma pake baju kembaran?”

Kana terdiam, gerakan tangannya pun terhenti. Itu dapat Awan tangkap dengan baik.

“Oh, bener ternyata,” ucap Awan langsung menyimpulkan. “Panasan banget.”

Kana mendengus dan mendelik pada Awan. “Ya biarin, sih! Lagian pake baju ginian, kan, satu cara supaya—”

“Dunia tahu gue punya lo? I see.

Kana menunduk, telinganya memerah. Ah, sial.

Awan menumpukan dagunya di atas tangan. Kini, dia menatap Kana dengan dalam. Senyum terukir di wajah laki-laki kelahiran Juli itu.

“Kana, kalau lo ngizinin gue bisa bikin dunia tahu gue punya lo dan begitu pun sebaliknya. Detik ini juga.”

“Hah?” Kana mendongakkan kepalanya, menatap Awan dengan heran. “Gimana?”

“Kayak gini.”

Ujung bibir Awan tertarik, dia bangkit dari duduknya dan memajukan kepalanya untuk mendekat pada Kana. Paham apa yang akan dilakukan oleh laki-laki itu, Kana langsung menahan wajah Awan dengan tangannya.

Stop, anjir! Jangan di sini juga!” ucap Kana nyaris membentak sembari mendorong Awan agar duduk di tempatnya lagi.

“Dih? 'Kan, gue mau nunjukin kalau kita kepunyaan masing-masing?”

“Tapi gak segila itu juga, ya, Awan. Dasar lu orgil. Di sini rame!”

Awan tertawa, merasa terhibur dengan reaksi yang Kana berikan. Padahal dulu laki-laki ini memainkan pasangannya, tapi lihatlah sekarang? Dia menjadi payah.

“Kalau sepi boleh berarti?” goda Awan dan Kana langsung menghindari matanya seketika. Kana berusaha mencari pemandangan lain, apa pun asal itu bukan kedua bola mata kelam miik Awan.

“Y-ya, bo-boleh aja, sih.”

Awan tertawa kecil, tangannya bergerak untuk menghiasi kedua sisi wajah Kana. Memaksa laki-laki itu agar mau menatapnya.

“Oke, nanti di mobil, ya. Apa mau ke toi—”

Ucapan Awan terpotong karena Kana memasukkan dimsum yang tersisa ke dalam mulutnya tanpa basa-basi. “Udah, anjir! Gue malu!”

Awan mati-matian berusaha agar bisa menelan makanannya sebelum tertawa. Laki-laki itu mencubit pipi Kana sebentar dan memasang wajah tak bersalah setelahnya.

Awan tersenyum, hingga matanya yang berhiaskan kacamata itu pun ikut tersenyum.

“Lucu banget, dah.”

Kana mengerjapkan matanya melihat hal itu, dia masih memproses. Detik berikutnya, pipi Awan diserang oleh kedua tangan Kana.

Kana mencubit kedua pipi Awan tanpa keraguan sama sekali. “Lo yang gemes! Huhu kenapa lo gemes gini, kitten?!”

“Sakit, anjir!”

Walau berakhir demikian, selalu ada yang bikin Awan ketawa kalau lagi sama Kana setiap harinya.