Dipikir-pikir, hidup gue emang cukup gokil. Gue berasa jadi orang yang paling beruntung begitu bisa dapetin Kak Sana.

Pertemuan pertama kami tuh di parkiran kampus. Dia datang buat sebuah urusan yang sebenarnya gak begitu gue peduliin apa urusannya. Tapi yang gue peduliin waktu itu adalah mukanya yang kelihatan frustasi abis.

Ya udah, gue jadi cowok baik dan nyamperin. Nanya dia kenapa dan jawabannya adalah mobilnya yang mogok. Dia nyalahin dirinya sendiri karena buru-buru berangkat sehingga gak sempat ngecek dulu.

Mau hubungin orang rumah, tapi dia harus segera berangkat ke tempat lain.

“Aku anter, deh, Kak. Kalau sungkan, anggap aja ojek. Lumayan uangnya buat beli pecel.”

Jangan salah, gue pake 'aku' soalnya nih orang kelihatan lembut dengan perangai tuan putrinya. Terus dia juga pakai aku dari tadi.

“Seriusan?”

“Iya, aku juga gak akan macem-macem, Kak. Aku masih mau lulus dari kampus ini tanpa kena masalah.”

Singkatnya, gue anterin dia ke tempat kerjanya. Sempat tukeran kontak karena orangnya gak bawa duit cash jadi dia bakal hubungi gue buat traktir makan, padahal gue tadi bercanda. Tapi sebagai anak kosan, gue tentu gak akan langsung menolak.

Bagai jalan yang baru diaspal, hubungan gue sama dia berjalan cukup mulus di awal. Gue udah kepedean kalau kita emang jodoh sampai mengabaikan soal dia yang kesusahan mengakui gue di dunianya.

Orang tua gue udah tahu dia pacar gue dan Kak Sana pun berhasil dibuat nyaman saat ada di rumah gue. Sementara gue, lihat wajah mamanya pun cuma lewat HP aja.

Udah perjanjian kami juga, sih, untuk gak terlalu mengumbar. Tapi kadang gue posting dia walaupun gak menunjukkan wajahnya. Sementara dia, gue gak pernah sekali pun lihat muka gue ada di story-nya.

Gue awalnya gak terlalu mempermasalahkan. Pekerjaan Kak Sana butuh pandangan yang bagus dari orang-orang. Gue sendiri pun, belum lulus dan kepengen jadi mahasiswa yang gak digosipin.

Kalau Seokmin, dia pernah mergokin waktu doi ke kosan. Untung anaknya gak bocor walau sering ledekin gue dengan bilang kalau Kak Sana itu sugar mommy gue.

Awalnya semua kerasa berjalan baik-baik aja. Ada yang nyelekit kayak tadi pun, gue gak terlalu memperhatikannya.

Mungkin faktor skripsian juga kali, ya. Gue jadi lebih sensitif dan lama-lama Kak Sana kesannya kayak nyembunyiin gue. Puncaknya yang kemarin itu. Waktu dia jalan sama cowok pilihan mamanya.

Gue cukup sadar diri kalau gue belum menjadi seseorang yang pantas buat dia. Namun, gue juga sadar kalau dunia gue tanpa dia mungkin bisa menjadi lebih bajingan lagi.

Jadi, gue berjuang.

Kak Sana menjadikan gue tempat istirahatnya dan itu terasa cukup untuk gue yakin kalau dia perlu diperjuangin.

Gue paling benci sama manusia yang selingkuh. Walau dia kemarin gak begitu, tapi gue kayak ... capek?

Dia menolak buat dateng lihat gue sempro, tapi jalan sama cowok lain. Kan agak anjir, ya.

Tapi si bulol ini tetap gak mau kehilangan dan beruntung minta break..

Kak Sana gak pernah berhenti menghubungi gue. Dia selalu membalas story yang gue unggah dan itu adalah usahanya. Gue agak membatasi diri karena ini masih break. Agak jahat dikit juga karena gue mau dia juga turut bergerak.

Sejujurnya, menemui orang tuanya juga bukan hal yang gue takutkan. Gue sayang Kak Sana dan gue akan memperjuangkannya. Tapi dia gak mau gue perjuangin.

Selama break gue menyibukkan diri menyelesaikan skripsi. Pengen cepet lulus dengan mulus, walau ada revisi dikit pada ujungnya. Namun, akhirnya gue hadir di kampus ini dengan setelan jas dan rambut yang udah ditata. Kemarin sempat dicukur juga omong-omong. Jadi, gue berasa keren hari ini.

Gue celingak-celinguk nyari temen. Dari kejauhan ada Seokmin yang kelihatan normal. Rambutnya masih kelihatan basah, kayaknya kebanyakan pake gel rambut. Gue gak akan komenin, biarin hari ini kita happy.

Gue mengecek HP sekali lagi, tapi Kak Sana masih gak balas pesan gue. Ya udah, mungkin dia gak jadi dateng? Gue gak mau capek-capek mikirin. Mending gue fokus dulu sama acaranya.


Setelah sesi berfoto sama dosbing juga temen-temen lain yang dibimbing beliau. Gue keluar dengan langkah lebar setelah nanya di mana papmam nunggu gue. Tubuh yang terbalut toga ini, lagi bangga sama diri sendiri karena dapat hasil yang lebih memuaskan dari ekspetasi.

Papmam bilangnya nunggu di parkiran karena rencananya habis ini kita bakal ke studio biar langsung foto habis kelulusan kayak orang-orang. Namun, masih jauh dari sana gue udah keheranan dengan dua orang asing yang mengobrol sama kedua orang tua gue.

Mama kayaknya sadar sama gue karena dia baru aja menunjuk ke arah gue. Terus tahu-tahu di belakang mama ada Kak Sana yang semula duduk di bawah pohon.

Dua orang tadi berarti salah satunya mamanya. Oh, yang satu lagi temennya yang sering gue lihat ada di IG-nya.

Kak Sana berdiri dan berjalan ke arah gue dengan buket bunga yang lumayan gede. Dia ngasih senyuman yang gue yakini bisa ngalahin cerahnya matahari tadi pagi.

Dia melangkah mendekat dan gue mau gak mau turut menghampiri. Ketika kami berdua udah berhadapan, dia langsung ngomong, “Selamat, ya, Dek, buat kelulusannya. Ini buat kamu.”

Bunganya belum sempat gue terima, tapi tubuh yang ngasih udah jatuh duluan ke pelukan gue. Gue menahan tubuhnya dan menepuk pipinya pelan. Tapi dia gak kunjung bangun.

Ibunya dia berlari menghampiri kami berdua. “Soonyoung, tolong gendong dia, ya. Ayo ke rumah sakit lagi. Dia masih sakit, tapi maksa ke sini supaya bisa ketemu kamu.”

Gue harusnya menikmati sisa hari dengan bangga dan bahagia karena kelulusan yang baru diraih. Bukan dengan kekhawatiran yang tiba-tiba melingkupi gue sampai tubuh ikut bergetar karenanya.

Gue gak menyukai keadaan ini.