edna ; 5

Cw // kissing


“Gak semua tamu berhak untuk disambut dengan ramah, Na. Apalagi kamu tadi sampai bawa dia ke kamar kita,” ucap Edward setelah Anna menjelaskan apa saja yang Rhea lakukan di sini.

Entah mendengar dari mana sampai suaminya itu tahu Rhea ke rumah. Padahal Anna belum sempat memberi tahu Edward soal itu.

“Tadi dia beda, pokoknya gak ada aura ngajak berantem kayak dulu pas bawain kita ayam, Ed” balas Anna, “saya jadi spontan ... tahunya benar. Niatnya baik datang ke sini, mau minta maaf.”

Edward terdiam, entah Anna yang memang kelewat baik atau Edward yang terlanjur kesal.

“Tetap aja, Na ... dia hampir bikin kita pisah.”

Anna menyentuh pipi Edward yang posisinya kini lebih rendah darinya. Anna duduk di atas tempat tidur, sementara suaminya itu di lantai. Menumpukan kepalanya pada paha yang lebih muda, lengkap dengan tangan yang mengelilingi tubuh Anna.

“Maaf,” ucap Anna. “Kalau dulu saya ngajak kamu untuk bicara dulu, mungkin sekarang kamu gak akan benci sama seseorang yang berharga buat kamu.”

Dahi Edward mengernyit. “Enggak, saya gak benci Kak Rhea, Anna. Saya cuma kesal dan takut.”

“Takut?”

Edward mengangguk. “Takut kalau ditinggal kamu ... meski itu baru sekedar omongan sekalipun.”

Untuk beberapa saat yang mereka lakukan hanya diam dan saling menatap. Anna semakin menekan pipi Edward, membuat bibir laki-laki yang baru menginjak usia 28 itu mengerucut seketika.

You really love me that much, huh?”

Edward mengangguk, ia tak membalas karena kesusahan berbicara.

“Kalau gitu, kamu harus damai juga sama Kak Rhea, dong. Jangan lupain peran dia sama kamu karena satu kesalahan, ya?” ucap Anna. Namun, sayangnya Edward tak memberikan tanggapan.

C'mon, Edward. Lagipula Kak Rhea harus lega di hari bahagianya nanti. Dia ke sini buat ngasih undangan juga tadi. Pernikahannya di Jerman, kita mungkin gak bisa datang karena Amy. Kak Rhea minta supaya kamu ngasih wedding gift lebih awal aja sebagai gantinya.”

Alis Edward terangkat, Anna kini tak lagi menekan pipi Edward. Tangan miliknya hanya menghiasi sisi wajah arsitek itu.

“Menikah?”

Anna mengangguk. “Iya, terus katanya dia juga bakal menetap di sana nanti. Tapi kalau kamu mau datang ke pernikahannya boleh, kok.”

Edward langsung menggeleng untuk menanggapi kalimat terakhir Anna. “Saya gak mungkin ninggalin kamu sama Amy. Itu jauh, gak mungkin makan waktu sehari.”

Anna tersenyum tipis. “Jadi, gimana? Mau coba damai sama Kak Rhea? Mau kasih Kak Rhea hadiah gak? Gimana pun dia yang jagain kamu sama Evan, loh.”

“Nanti, saya tanya Evan dulu. Untuk damai ... saya bakal coba kalau memang kamu maunya kayak gitu.”

Anna terkekeh. “Iya, dicoba, ya. Jangan benci sama seseorang karena saya, Ed. Terlebih kalau orang itu punya peran penting buat kamu.”

“Tapi mungkin saya bakal chat dia sekarang kalau kamu manggil saya kayak tadi,” ucap Edward yang membuat alias Anna terangkat.

“Kayak tadi? Papi?”

Satu gelengan Anna terima. “Bukan. Tadi pas di-chat.”

Anna menahan senyumnya, sadar dengan maksud Edward. Kalau boleh jujur, Anna tadi spontan mengetik seperti itu karena pusing antara tangisan Amy dan bunyi ponselnya akibat Edward terus meneleponnya.

“Pup?”

“Bukan, masa itu, sih ....”

“Apa, dong? Edward?”

Edward mendengus. “Gak jadi,” katanya sambil berusaha melepaskan tangan Anna dari sisi wajahnya.

Gelak tawa Anna terdengar, merasa gemas dengan suaminya. Perempuan itu sekali lagi menekan pipi Edward agar laki-laki itu tetap diam di posisinya.

“Bercanda, jangan ngambek ... kamu udah jadi bapak-bapak.”

“Sayang,” panggil Anna kemudian mengecup bibir Edward sekilas. “Tuh udah, saya kasih kiss juga. Jangan lupa chat Kak Rhea.”

Edward menggenggam kedua tangan Anna, secara tak langsung menyingkirkan tangan itu dari pipinya juga.

That's not a kiss,” ucap Edward sembari mengunci mata Anna dengan miliknya agar mereka saling berpandangan.

Yang lebih tua kemudian mendorong tubuh di hadapannya secara pelan agar berbaring. Di susul dengan tubuhnya di atas tubuh Anna, mengukungnya.

I will give you a kiss. If you don’t like it, you can return it.

Edward menepati ucapannya. Mempertemukan bibir keduanya, mengajak lawannya untuk bermain hingga mata terpejam karena menikmati apa yang tengah terjadi.

Baru saja tangan Edward masuk ke dalam pakaian Anna. Suara tangisan Amy memenuhi ruangan itu.

Suasana menjadi canggung seketika. Anna mendorong Edward, memberi isyarat agar laki-laki itu bangkit dan tak menghalanginya untuk mengambil Amy.

Seems like our baby is warning us we can't do that yet,” ucap Anna yang berhasil membuat keduanya tertawa. Merasa konyol dengan apa yang baru terjadi.