'Terus yang lagi ngopi sama cowok di starbucks itu siapa?'
Jantung Sana terasa berhenti begitu membaca pesan terakhir yang Soonyoung kirimkan. Kepalanya bergerak, memandangi sekitar. Guna mencari keberadaan kekasihnya.
Ia menemukan Soonyoung yang baru keluar dari tempat ini dengan langkah yang terburu.
“Kenapa?”
Sana memandang pada orang itu dengan gusar. “M-maaf, saya harus pergi dulu.”
Tanpa menunggu balasan, perempuan itu meraih tasnya dan berlari untuk mengejar kekasihnya. Meninggalkan sosok yang semula bersamanya begitu saja.
“Soonyoung, tunggu dulu!” Tangan Sana berhasil meraih lengannya. Menahan laki-laki itu agar berhenti bergerak.
Soonyoung menghela napasnya, lalu mengusap wajahnya kasar. Ia berhenti bergerak, tapi enggan melihat pada yang lebih tua.
Sana menarik laki-laki itu untuk duduk. Jemarinya tak berhenti meremat lengan Soonyoung sedari tadi. Sana sedang gelisah dan itu malah membuat isi kepala Soonyoung semakin berisik.
“Kak, aku sebenarnya gak mau mikir yang enggak-enggak. Tapi kamu gak ngabarin aku dan yang tadi bukan rekan kerja kamu, 'kan?”
Sana mengangguk dengan kaku. Soonyoung memegang tangan Sana supaya perempuan itu berhenti meremat lengannya. Namun, kedua tangan Sana kini malah saling mencengkeram dengan erat.
“Aku bakal dengerin,” ucap Soonyoung dengan lirih.
Ada jeda cukup lama. Ponsel Soonyoung sudah bergetar berulang kali, ia yakin kalau itu dari Seokmin dan teman-temannya yang lain yang sudah menunggu sejak tadi.
“Kak, gak ada yang harus dijelasin, ya? Apa yang ada di pikiranku sekarang itu bener?”
Sana menggeleng dengan keras. “Enggak ... gak bener.”
Soonyoung menghela napasnya. “Jelasin kalau gitu.”
Sana kembali menunduk, jari tangannya saling bertautan.
“Mama ....”
Baru satu kata yang Sana ucapkan, tapi Soonyoung sudah bisa menebak apa yang tengah dialami oleh kekasihnya. Entah sudah berapa kali ia membuang napas karena kesal.
Soonyoung tertawa, hampa. Sana merasa dihabisi di tempat.
“Sesusah itu, ya, buat akuin kita di depan mama kamu? Kamu punya pacar, Kak. Kamu punya aku.”
“Soonyoung, gak gitu ... aku—”
“Aku pengen cepet selesain semua urusan kuliahku, aku nyari kerja part time. Aku terus kejar kamu karena aku gak mau kamu nunggu kelamaan. Tapi kamu malah ... gini.”
Soonyoung menatap pada Sana. Ada luka yang dipancarkan oleh kedua bola matanya dan ada getar yang Sana tunjukkan karenanya.
“Aku terkadang ngerasa kalau cuma aku yang berjuang buat kita, Kak. Aku sendirian padahal di hubungannya ada kita berdua. Kak, kalau kamu malu sama aku, seharusnya dari awal kamu tolak aku aja. “
Sana menggeleng. “Enggak, aku gak malu, Soonyoung. Aku b-bakal bilang sama mama, sama dunia kalau aku punya kamu. Tapi ini belum waktunya.”
“Terus kapan? Pas kamu ngerasa gak cocok sama cowok pilihan mama kamu? Itu namanya kamu jadiin aku pilihan!”
Sana menggeleng dengan keras. Tangannya bergetar ketika meraih lengan Soonyoung yang kini sudah berdiri.
Wajah laki-laki itu memerah, ia memundurkan langkahnya agar Sana tak bisa menyentuhnya. Sana rasanya ingin menenggelamkan dirinya sendiri. Sosok ceria Soonyoung yang sudah membuatnya jatuh, kini tak tampil di hadapannya lagi. Tak ada tatapan kagum yang biasa Sana lihat, tak ada lagi tubuh yang selalu ingin berdekatan dengannya.
Sana tak mau kehilangan Soonyoung.
“Soonyoung, aku sayang kamu. Aku—”
“Kak, let's take a break.”