my tiger bf ; first meet.

Ini satu bagian gimana Sasa bisa ketemu Unyo. Satu bagian yang dikemas dengan kata-kata gak baku yang isinya pertemuan pertama mereka.

Terjadi sekitar empat tahun yang lalu. Pas keduanya sama-sama masih kuliah. Tapi mereka berdua gak ketemu karena urusan kampus atau dua perkuliahan yang lain.

Mereka berdua bisa ketemu karena Caca—panggilan akrab keponakannya yang ikut les tari. Padahal umurnya baru 6 tahun, tapi anak itu udah kelanjur antusias sama dunia tari sampai selalu bahagia di setiap kegiatan tari yang ia ikuti, termasuk pergi les.

Saat itu, orang tuanya Caca menitipkannya pada Sana selama dua minggu karena mereka perlu pergi keluar kota dan Caca gak mau ikut. Anak itu gak mau bolos dan daripada merengek lebih jauh, jadilah Caca dititipkan pada Sana.

Sana punya rumah sendiri. Rumah sederhana yang sebenarnya bagiannya dari orangtuanya dan karena jaraknya lebih dekat sama kampus, akhirnya Sana diizinkan buat tinggal sendiri di rumah ini.

“Ate, aku pulang jam 4. Kata papa ate harus tunggu aku dari jam 3,” ucap Caca ketika Sana melepas helm yang dipakainya.

Sana tersenyum terpaksa. Ini sudah kali ketiga Caca berkata demikian, dan Sana juga sudah kelewat hafal karena kakaknya tak henti-hentinya mengirimi Sana pesan soal keseharian Caca.

Sekolah dari jam 8 sampai jam 10. Lalu ikut les tari di hari Kamis dan Sabtu dari jam 2 sampai jam 4.

“Ate, kok gak jawab aku?”

“Iya, Caca Sayang. Ate tahu. Semisal Caca pulang lebih cepat, kasih nomor ate yang tadi ditulis di buku ke pengajarnya, ya? Suruh dia telepon Ate.”

Anak itu langsung memasang pose hormat. “Siap, Ate!”

Sana tersenyum lebar. Terlepas dia yang dipaksa buat merawat Caca selama dua minggu, anak ini selalu punya cara supaya Sana gak menyesal.

Iya, jadi lucu.

Sana lemah sama hal lucu.

“Sip, semangat, ya? Nanti Ate jemput!”

“Oke!”

Singkat cerita. Sana sempat pulang dan kembali ke tempat les Caca sejam kemudian. Jam 3 lebih sedikit, sih, karena Sana berangkat dari rumah jam 3 pas.

Lagipula dia juga gak tahu harus ngapain sambil nunggu Caca di sana.

Sana parkirin motornya dan masuk ke area depan karena memang ada berapa orang dewasa yang diam di sana. Perkiraan Sana, mereka juga mau jemput anaknya yang les di sini.

Cewek itu duduk, kemudian bernapas lega. Hari ini dia bisa lancar antar jemput Caca karena jam kuliahnya cukup mendukung. Buat ke depannya, Sana masih ragu-ragu takut ada hal mendadak yang menghambat.

Semoga, sih, gak ada.

“Mbak, mau jemput atau mau daftar di sini?” Seseorang tiba-tiba ngedeket ke arah Sana. Cowok yang pakai topi hitam itu sedikit menurunkan maskernya saat bertanya.

“Eh?” Ditanya tiba-tiba sama orang yang gak dia kenal, ngebuat Sana spontan bereaksi demikian.

“Eh, sorry,” kata cowok itu lalu ngeluarin HP-nya. Dia tampak mengetik sebentar sebelum kembali berkata, “Do you not understand Indonesian? I ask, do you want to register here or are you going to pick up one of the students? Eh gitu gak, sih? Kata si mbah sih, gitu.”

“Saya paham Bahasa Indonesia, kok. Tadi cuma bingung soalnya tiba-tiba ditanya.”

“Ohh, habis rambutnya cerah. Saya kira bule,” balas cowok itu lalu terkekeh malu.

Sana tersenyum canggung. Cowok ini apa gak tahu, ya, kalau sekarang ada yang namanya cat rambut? Tapi, ya udahlah, Sana gak mau makin terlibat perbincangan sama cowok ini.

“Saya mau jemput keponakan saya, namanya Caca.”

“Oh, Caca. Murid paling aktif, saya suka kalau dikasih kesempatan buat ngajar kelasnya dia.”

Oke, mungkin Sana bisa simpulin kalau cowok ini salah satu pengajar di sini.

“Anda namanya siapa? Saya mau mastiin biar gak ada kasus penculikan.”

Tiba-tiba pake Anda, oke.

“Sana.”

“Sasa? Kayak merk micin.”

“Sana, Mas,” koreksi Sana langsung.

“Kenapa saya harus minggir?”

Sana mendengus, berusaha untuk tetap sabar. Cewek itu kemudian kembali menjawab, “Nama saya Sana, Minatozaki Sana.”

“Oh, namanya toh,” balas cowok itu sambil tersenyum canggung, “kalau saya Soonyoung. Kwon Soonyoung.”

Omong-omong, dari tadi mereka mengobrol. Sana duduk di kursi sementara Soonyoung tetap berdiri.

Soonyoung tampak kehabisan topik tapi masih mau ngobrol sama Sana. Dia kelihatan berpikir sebelum akhirnha kembali bersuara.

“Anda tahu gak kalau sebenarnya manusia itu awalnya dari harimau?”

Sana kembali menghembuskan napasnya. Dia gak tahu dan gak mau tahu. Dia cuma mau jemput keponakannya, lalu pulang.

“Gak tahu.”

“Kalau manusia harimau tahu?”

“Gak tahu.”

Soonyoung senyum lebar, seraya menunjuk dirinya sendiri. “Asal saya dari harimau. Jadi, saya itu harimau.”

Cukup.

Sana gak tahu kenapa bisa cowok di depannya ini begitu random bahkan cenderung terkesan aneh karena mengaku kalau dirinya adalah harimau.

“Ate!”

Sana menghela napasnya lega begitu mendengar teriakan Caca yang khas. Untung keponakannya itu keluar lebih awal dari jam pulangnya sehingga Sana ada alasan buat menghindari dari cowok ini.

“Kak Unyo!”

Sana tahu, Caca pasti kenal Soonyoung. Namun, yang berikutnya mereka berdua lakukan sama sekali gak bisa Sana perkirakan.

“Caca!”

Keduanya berpose dengan kedua tangan yang membentuk seolah cakar. Lalu secara serentak berkata, “Rawr!” cukup keras sampai menarik perhatian beberapa orang.

Mereka yang lakuin, Sana yang malu. Lagian kenapa Caca bisa terpengaruh, sih?

“Ate! Ate, tahu gak kalau Kak Unyo itu harimau? Aku juga bakal jadi harimau kalau udah gede nanti!”

Sana meringis mendengar itu.

“Ayo pulang, Ca. Kita cari jajan,” ucap Sana mengalihkan topik. Lagipula Caca gak mungkin menolak kalau soal jajan.

“Ayo! Aku pamit, ya, Kak Unyo!”

“Iya, hati-hati, ya, Caca!” kata Soonyoung sambil tersenyum lebar. Dia kemudian melihat ke arah Sana.

“Anda juga hati-hati. Saya ramal kita bakal ketemu tiga kali lagi,” ucapnya sebelum pergi dari hadapan mereka, masuk ke dalam tempatnya belajar sekaligus mengajar.

Sana bergidik. Obrolan pertama keduanya udah cukup ngebuat dia gak mau ketemu Soonyoung lagi—bahkan sampai tiga kali.

Sana nuntun Caca jalan ke motornya. Begitu sampai, Sana membeku di tempat. Baru menyadari sesuatu.

Caca les dua kali dalam seminggu dan dia bersama Sana selama dua minggu. Ini baru yang pertama, artinya ada tiga kali lagi Sana harus mengantar jemput Caca ke tempat ini.

Secara gak langsung, ada kemungkinan dia bakal ketemu Soonyoung tiga kali lagi. Sesuai apa yang cowok itu katakan barusan.

Untung ganteng. Tapi ganteng doang ngaku-ngaku maung buat apa, anjir? batin Sana kemudian lanjut mengasihani diri sendiri.


sorry for typo

—honeyshison.