my tiger bf – unyo sakit
Waktu masuk ke apartemen Soonyoung, hal yang pertama Sana lihat adalah Juni yang tengah duduk di sofa sembari bermain ponselnya.
“Akhirnya lo dateng, gue udah ditelepon,” kata Juni sewaktu sadar Sana udah masuk ke ruangan itu.
“Gue mau balik sekarang, ya,” sambung cowok itu sembari merapihkan penampilannya.
“Makasih banyak, ya, Juni. Ini sop lo, gue beliin dua bungkus.”
Jun tersenyum lebar seketika. “Cakep, makasih juga, Na.”
Sana mengangguk.
“Cowok lo masih tidur. Ini gue bawa pulang aja, ya. Gue pamit.”
“Jun, sekali lagi makasih. Sorry, gue ngerepotin.”
Jun terkekeh. “Santai aja.”
Selepas Jun keluar dari apartemen Soonyoung. Sana meletakkan barang-barang bawaannya di atas meja. Cewek itu langsung pergi ke kamar Soonyoung.
Pacarnya itu memang masih tertidur, tapi kelihatan gak nyaman. Soonyoung kalau sakit memang begitu, katanya mimpinya suka aneh-aneh.
Sana mengelus rambut Soonyoung yang basah akibat keringat. Kemudian menyentuh dahinya yang masih berhiaskan plester demam. Meski terhalangi benda itu, Sana masih bisa merasakan suhu tubuh pacarnya.
“Gue lupa nanya demam Unyo udah turun apa belum,” monolog Sana. Perempuan itu melirik ke arah jam bercorak harimau yang Soonyoung simpan di atas laci samping tempat tidurnya.
“Biarin aja sampai jam tiga. Sekarang, gue mending mandi dulu,” sambungnya seraya berjalan mendekati lemari.
Ada beberapa pakaian yang sengaja Sana simpan di sini mengingat ia tidak jarang menginap. Lagi pula, Soonyoung memang tinggal sendiri.
Setelahnya, ia memasuki kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Mobil.
Dia berhasil untuk menaiki benda ini, untuk mengendalikannya lagi. Samar, suara perdebatan antara dua orang terdengar di luar. Suara yang awalnya pelan, lama-lama menjadi keras hingga menjadi bentakan yang bersahutan.
Ia menutup telinganya dengan kedua tangan. Menggelengkan kepalanya dengan kuat.
“Berhenti ... tolong berhenti.”
“Unyo, sayang.”
Tubuh yang semula terbaring langsung berubah menjadi duduk seketika begitu mendengar panggilan itu.
Napasnya memburu dan Sana paham apa alasannya. Dia diam, memberi ruang pada Soonyoung untuk mengendalikan dirinya.
Untung di laci masih ada segelas air putih yang Sana yakini sengaja Jun simpan di sana.
Meski cukup lama, tapi secara perlahan getar di tubuhnya berkurang.
“Minum,” ucap Sana, menyerahkan gelas itu pada Soonyoung. Pacarnya itu langsung menurut.
Minum meski tak banyak, hanya seteguk.
“Sasa, tadi ... ada ....” Soonyoung tampak bingung dengan apa yang ingin dirinya sendiri katakan.
“Peluk?” balas Sana seraya merentangkan tangannya.
Soonyoung terdiam sebentar. Sebelum memeluk orang yang ada di hadapannya itu.
Sana yang tengah berlutut membuat tubuhnya lebih tinggi dari Soonyoung. Dia membiarkan cowok itu menyembunyikan wajah dibalik ceruk lehernya.
Pelukan itu terasa erat. Sana mengelus kepala Soonyoung perlahan, berharap itu bisa menghadirkan rasa aman pada diri Soonyoung lagi.
Mereka ada di posisi itu cukup lama. Hingga Sana bisa merasakan napas Soonyoung yang menjadi teratur.
“Unyo, jangan gini tidurnya.” Sana menepuk pelan pipi kanan Soonyoung.
“Peluk,” balas Soonyoung sedikit merengek.
“Iya, boleh. Tapi jangan gini, akunya pegel. Sambil tiduran, ya?”
Soonyoung menurut. Dia melepaskan pelukannya, kemudian berbaring. Ia menepuk sisi kosong di sebelahnya dan kemudian Sana ikut berbaring.
Tubuh Sana kembali dipeluk. Dengan nyaris berbisik, Soonyoung berkata, “Aku sebenarnya takut kalau tidur lagi mereka datang. Tapi, sekarang ada Sasa.”
Mereka kemudian terlibat hening lagi. Soonyoung kembali tertidur, meninggalkan Sana tenggelam bersama pikirannya.
“Unyo, ini udah lama sejak kamu gak kayak gini. Pacarku, tolong sehat-sehat, ya? Nanti kita cari bahagia sama-sama,” ucap Sana dan akhirnya memilih untuk ikut tertidur.
“Udah, Sa. Aku mual,” ucap Soonyoung sembari menjauhkan tangan Sana yang semula tengah menyuapinya.
Sana menghela napasnya dan menurunkan sendoknya. Lagipula, Soonyoung sudah menghabiskan cukup banyak.
“Panasnya udah turun, masih pusing gak?” tanya Sana dan Soonyoung mengangguk.
“Gak sepusing tadi tapi,” jawab Soonyoung. “Sasa, aku mau keluar.”
“Mau nonton TV?”
Soonyoung menggeleng. “Bukan, mau keluar apart. Ayo cari angin.”
“Ini udah malam, Unyo. Kamu, 'kan, lagi sakit. Mau besok pagi tambah parah?”
Soonyoung menatap pacarnya itu dengan memelas. Sana paham kalau laki-laki itu tengah membujuknya.
“Please, sebentar aja. Nanti aku pakai jaket dua, deh, ya? Aku masih keinget yang tadi,” ucap Soonyoung.
Sebenarnya, bukan hanya tadi. Sebelumnya, Soonyoung beberapa kali kembali terbayangi hal itu. Hanya saja, baru kali ini saat ada Sana di sampingnya.
Laki-laki itu memang memilih untuk memendamnya. Kemudian mengalihkan pemikirannya dengan mengambil langkah menyusuri jalanan.
Sana menghembuskan napasnya dan mengangguk. “Ya udah, iya,” katanya sembari melepas plester demam dari dahi Soonyoung.
Soonyoung terkekeh dan memeluk pinggang Sana sebentar. “Makasih banyak, Sasa.”
Setelah itu, Sana memilihkan jaket yang akan dipakai Soonyoung. Ia juga memasangkan beanie di kepala laki-laki itu.
“Harus pakai ini juga?” tanya Soonyoung dan Sana hanya mengangguk.
“Pakai maskernya,” ucap Sana sembari menyerahkan satu masker baru berwarna putih pada Soonyoung. Laki-laki itu langsung menurut.
“Yuk,” ajak Sana sembari menawarkan tangannya untuk digenggam oleh Soonyoung.
“Aku pakai jaket dua terus kamu malah pakai ini terus gak pakai jaket?” tanya Soonyoung. Pasalnya Sana memakai gaun berwarna hitam yang tak berlengan.
“Aku sebenarnya gerah, tapi kamu lagi sakit jadi gak boleh nyalain AC-nya. Aku bawa di sini kok kalau nanti kedingininan.”
Soonyoung mengangguk paham. Kemudian menggenggam tangan Sana.
“Sasa, ketinggalan satu hal.”
Sana menaikkan sebelah alisnya. “Apa? HP kamu udah aku masukin ke sini juga kok.”
“Aku gak masalah bawa HP apa enggak. Bukan itu yang ketinggalannya,” balas Soonyoung.
“Terus apa dong?”
“Kita belum ciuman.”