Napas Sana sedikit terburu-buru begitu dirinya sudah ada di depan pintu ruang rawat Soonyoung. Perempuan itu berhenti sejenak untuk mempersiapkan dirinya.

Sana membuka pintu itu perlahan dan menemukan Soonyoung yang tak kunjung membuka matanya. Laki-laki yang merupakan salah satu staff yang menemani Soonyoung itu langsung keluar dari ruangan begitu meyadari kehadiran Sana. Tampaknya, ia sudah diberi tahu oleh Seungcheol.

Sana juga datang bersama manajernya. Entah perempuan itu mengikutinya atau tidak, yang jelas Sana langsung berlari selepas mereka sampai di parkiran.

Sana menghampiri Soonyoung dengan langkah yang lambat. Ia menatap laki-laki itu dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

Terkadang, Sana membenci kenapa dunia mereka harus berjalan dengan konsep soulmates ini. Hubungan ini membuat seseorang begitu terikat dengan kehidupan orang lain yang menjadi soulmate-nya.

Penolakan jelas selalu merugikan. Bahkan ketika penolakan itu belum disuarakan dan hanya pikiran sekilas, soulmate kita bisa dibuat sekarat.

Sana tak menyangka ia akan mengalami hal itu juga.

Perempuan yang lahir di bulan Desember itu duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang Soonyoung. Tangan Sana dengan ragu memegang tangan laki-laki itu.

“Soonyoung,” panggil Sana dengan suara yang pelan. Ia terdiam untuk beberapa saat sebelum kembali menyuarakan nama laki-laki itu. Kali ini, lebih keras dari sebelumnya.

“Kwon Soonyoung.”

Sana meremat tangan Soonyoung dengan kedua tangannya. Berharap itu bisa membuat laki-laki itu kembali sadar.

“Soonyoung, aku minta maaf udah buat kamu kayak gini.”

Sana menundukkan kepalanya. “Aku gak bermaksud buat kamu kesakitan, tapi aku gak bisa berhenti mikirin itu. Tanggapan yang mereka beri memang gak semuanya benci, tapi tetep aja ... aku gak bisa berhenti mikirin itu. Aku takut, Soonyoung. Aku takut ini mempengaruhi yang lain juga, bukan cuma kita berdua.”

Sana menghela napasnya dan kembali menatap Soonyoung yang matanya masih terpejam itu. “Aku minta maaf, Soonyoung. Aku bakal berusaha buat berhenti, aku lebih gak rela kalau kamu harus kesakitan karena aku.”

“Aku udah bicara sama anak-anak tadi. Mereka terus ngeyakinin aku kalau ini bukan masalah buat mereka karena dunia kita memang berjalan seperti ini. Dengan pekerjaan ini, kita juga bukan yang pertama.”

“Maaf karena aku menghindar kemarin. Aku mohon bangun, Soonyoung. Jangan ninggalin kami semua. Aku gak bisa kalau harus kehilangan kamu dengan cara ini.”

Sana menggenggam tangan Soonyoung dan mengangkatnya. Perempuan itu mengecup punggung tangan yang lebih tua sebelum kembali menggenggamnya dengan erat.

“Jangan tinggalin aku, Soonyoung.”

Sana memejamkan matanya, mengucapkan permohonan dalam hatinya. Meminta agar ia diberi kesempatan untuk memperbaiki semuanya.

Sana menyesal kenapa ia tak bisa menghentikan pemikiran buruknya kemarin. Semua kebencian yang ia temui karena pemberitaan tentang mereka berdua jelas lebih sedikit daripada yang mendukung keduanya.

Mereka yang membenci bahkan tidak tahu bagaimana ia dan Soonyoung berinteraksi. Mereka dengan mudah menilai tanpa memastikan benar atau tidaknya. Banyak yang menjadikan ini sebagai kesempatan untuk menjatuhkan keduanya.

Pekerjaan ini membuat ikatan soulmate jadi terasa lebih sulit dari yang seharusnya.

Sana terdiam cukup lama. Dalam hatinya ia tak henti meminta kesempatan agar Soonyoung terbangun kembali. Ia tak melepaskan genggamannya pada tangan Soonyoung, berharap kehangatan dari tubuhnya bisa menyadarkan laki-laki itu.

Secara tiba-tiba, Sana merasakan puncak kepalanya yang disentuh. Ia mendongakkan kepalanya dan mendapati Soonyoung yang sudah membuka matanya. Laki-laki itu menatap Sana dengan matanya yang sayu. Namun, semakin lama mereka bertatapan, mata Soonyoung terlihat berkaca-kaca.

“Soonyoung,” panggil Sana pelan.

Soonyoung mengedipkan matanya dan itu membuat air mata yang ia tahan turun. Tangannya yang semula digenggam oleh Sana bergerak untuk membingkai pipi perempuan itu.

“Sana,” panggil Soonyoung dengan lirih. “Jangan tinggalin aku.”

Sana memegang tangan Soonyoung yang masih ada di pipinya. Kepala perempuan itu menggeleng dan tanpa sadar air matanya pun ikut terjatuh.

“Gak akan, Soonyoung. Aku gak akan kemana-mana,” Ucap Sana sembari menatap pada yang lebih tua.

“Aku di sini, sama kamu.”