Soonyoung pelit.


Soonie 🐯 : Aku udah di depan, jangan lupa kostum cosplay-nya

Sana tanpa sadar tersenyum tipis setelah membaca pesan yang dikirim Soonyoung. Perempuan itu kemudian menaikkan maskernya, disusul dengan tudung jaket untuk menutupi rambutnya.

“Mau kemana?” tanya Nayeon ketika mereka berpapasan di pintu kamar.

“Biasa,” jawab Sana santai membuat yang lebih tua menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Aku pamit ya, Kak Na—”

“Jam 10, loh!!!” Tahu-tahu Jihyo sudah ada diantara keduanya, membuat Sana buru-buru mengambil langkah besar. Diam-diam dia masih mempertimbangkan permintaan Soonyoung tadi.

“Iyaa,” jawab Sana seraya melangkah, “gak janji, tapi!”

—dan kemudian kabur.


“Jihyo kenapa bisa tahu?” tanya Sana ketika sudah ada di dalam mobil Soonyoung. Yang ditanya sedikit menurunkan maskernya, kemudian menjawab, “Aku suka minta izin ke dia juga.”

Sana mengangguk. “Emang ini kita mau ke mana? Yakin tempatnya aman?”

“Yakin, banget,” jawab Soonyoung, “di belakang rumahku soalnya. Aku udah minta tolong Papa buat pasang tenda.”

“Eh? Tetanggamu gi—”

“Mereka paham, kok,” ucap Soonyoung diakhiri dengan senyuman lembut.

“Aku udah boleh jalanin mobilnya, 'kan?” tanyanya kemudian.

“Iya, boleh.”

Namun, yang laki-laki itu lakukan setelahnya cuma menyalakan mesin mobilnya. Soonyoung menatap Sana lekat dan sedikit mencondongkan badannya ke arah yang lebih muda. “Kamu lupa sesuatu gak, sih?”

Sana mengerjapkan matanya. “Kayaknya aku gak—” ucapannya terhenti, ia baru sadar apa yang dimaksud kekasihnya.

“Kebiasaan, deh. Untung kita beda tempat tinggal, kalau sama bibir aku bengkak kali, ya?”

“Nanti juga sama tempat tinggalnya, anggap aja ini latihan,” jawab Soonyoung santai, itu membuat Sana memutar bola matanya malas. Meskipun begitu, dia tetap memulai hal yang menurut Soonyoung 'kelupaan' tadi.


Berkemah dengan Soonyoung, tidak benar-benar terasa seperti berkemah pada umumnya. Salah satu contohnya, laki-laki itu tetap membawa masakan yang dipersiapkan oleh Ibunya untuk keduanya santap, dibandingkan memasak dengan api unggun.

“Kamu ngajakin aku makan malam terus, padahal aku harus diet,” ucap Sana, tapi tetap makan dengan lahap.

Soonyoung tertawa kecil melihat itu. Dia mengusap saus yang ada di ujung bibir kekasihnya. “Kata Jihyo hari ini kamu cuma minum jus.”

“Ya, kalau gitu, jangan kasih aku makanan sebanyak ini. Kamu, sih, enak sering ke gym, kalau aku—”

“Ssst, fokus makan dulu aja, ya, sayang. Lagian ini Ibu yang kasih, bukan aku.”

Setelah itu keduanya sama-sama menikmati makanan dengan sesekali ada candaan yang saling mereka lemparkan. Selesai makan dan membawa bekasnya kembali ke dalam rumah, Soonyoung datang dengan selimut di tangannya.

Laki-laki itu tanpa kata duduk di belakang Sana, membiarkan sang kekasih bersandar di dadanya. Tangan Soonyoung bergerak untuk menyelimuti dirinya dan Sana. Setelah itu, tangannya beralih tempat menjadi melingkari pinggang Sana.

“Kamu ini ngajak kemah cuma alasan, ya. Aslinya mau ketemu aja,” ucap Sana begitu merasakan dagu Soonyoung di pundaknya.

Soonyoung terkekeh. “Aku janji, yang berikutnya versi serius.”

“Kelihatan tahu, dari undangannya aja kayak yang asal ....”

“Itu gak asal,” jawab Soonyoung, “tapi mepet.”

“Iya, deh, percaya.”

Hening.

Sana sibuk memandangi langit, sementara Soonyoung diam-diam memejamkan matanya dengan dagu yang masih bertumpu pada pundaknya yang lebih muda. Keduanya merasakan hal yang sama, nyaman.

“Sebentar lagi jam 10 loh, Soon,” ucap Sana seraya menepuk kecil tangan Soonyoung yang ada di perutnya. Aslinya, dia belum mau kebersamaan mereka berakhir.

“Tidur dong, nanti aku foto terus kirim ke Jihyo,” ucap Soonyoung tanpa berniat mengubah posisi mereka sama sekali.

“Yang ada nanti kamu bakal makin susah buat minta izin kalau mau ngajak aku pergi, Soon.”

“Masih kangen Sana ... mau lebih lama jadi pelit dan gak berbagi kamu sama dunia. Sebentar lagi, ya, habis itu aku antar pulang.”

“Soonie,” panggil Sana dan cuma dibalas 'hm' sama Soonyoung.

“Wajahnya mana, nih? Kok disembunyiin di bahuku terus?”

Mendengar itu, Soonyoung langsung menegakkan duduknya. Sana melepaskan dirinya dari Soonyoung supaya mereka bisa berhadapan.

Terkadang, hanya dengan pertemuan mata satu sama lain, mereka bisa tahu sebuah jawaban tanpa harus saling bertanya untuk memastikan. Ketika mata mereka bertemu, keduanya sangat menikmati waktu tanpa memikirkan siapa diri mereka yang dikenal dunia.

Tangan Sana bergerak untuk mengusap pipi Soonyoung. Perempuan itu mengukir senyuman manisnya dan berkata, “Aku bisa bantu bujuk supaya gak harus pulang jam 10.”

“Ada syaratnya tapi,” sambung Sana, “kamu gak boleh aneh-aneh.”

Soonyoung tersenyum lebar dan mengangguk antusias. Keduanya tangannya membingkai wajah Sana, wajah mereka mungkin akan menjadi sangat dekat kalau saja Sana tidak mendorong Soonyoung dengan cepat.

“Cium-cium juga masuk ke aneh-aneh,” ucap Sana santai membuat Soonyoung memajukan bibirnya sebal.

“Ya udahlah, sini aku anterin kamu sekarang aja asal gak libur cium.”

Sana mendelik mendengar itu, tidak lama karena setelahnya ia menjadi keheranan dengan Soonyoung yang tiba-tiba tergelak.

“Aku bercanda, ayo malam ini kita hitung ada berapa banyak bintang di langit!” ucapnya ceria, dalam hati berharap kalau itu tidak akan membuat suasana hati kekasihnya menjadi buruk.

Sana terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya tidak bisa menahan senyumannya. Perempuan itu kembali melesak masuk ke dalam pelukan kekasihnya.

“Soonyoung, makasih banyak ... malam ini aku izinin kamu buat pelit soal aku ke dunia.”

Soonyoung tergelak dan membalas pelukan perempuan itu. “Mau selamanya, tapi gak bisa, ya? Soalnya kamu, 'kan, pacarku. Bukan tahananku.”

“Iya gak bisa, maaf, ya.”