taut 8

Ketika orang-orang bilang gue beruntung karena mempunyai dua penjaga, gue gak akan mengelaknya. Kenal sama Vernon dan Seungkwan semenjak di bangku Sekolah Dasar sampai sekarang, ninggalin banyak kesan tersendiri buat gue. Gimana kami berjuang bersama sampai akhirnya memilih untuk kerja di tempat yang sama.

Kafe sebenarnya gak hanya sekedar kafe, semua pegawainya harus bisa mampu dalam berbagai bidang, mampu doang bukan jago. Terlebih staff inti. Jadi staff inti tuh, misalnya ya posisi gue di sana, 'kan, sebagai pelayan, gue harus tetep bisa bantu di dapur dan nguasain semua menu. Makanya yang berhasil jadi staff inti gak banyak.

Ah ya, kembali lagi ke Vernon dan Seungkwan.

Gue menyaksikan bagaimana mereka tumbuh, bahkan gue, Dahyun, adalah satu-satunya perempuan yang bisa dibilang tumbuh bersama mereka.

Tentang Seungkwan yang sedari kecil gak pernah kehilangan sinarnya. Kalian percaya gak sih kalau gue bilang di hari pertamanya ada di sekolah, cowok ini udah bisa ngumpulin massa? Gak hanya di SD, SMP, bahkan pas SMA juga begitu.

Seungkwan nih kalau zaman sekolah tipe cowok yang dikerubungi banyak cewek. Nggak, bukan karena dia pangeran kelas. Tapi, pribadinya yang hangat dan gak pernah canggung, jadi banyak yang nyaman sama dia.

Beda sama Vernon. Dia kalau di cerita-cerita yang gue baca, tipe ice prince gitu deh. Itu kata yang gak kenal dia, pada faktanya cowok ini sering berkelakuan random. Hal lain yang jadi kebiasaan cowok ini, kalau dia ada di kondisi yang mengagetkan, mau sedih atau senang, Vernon cuma akan mengeluarkan reaksi, “keren”.

Pesona Vernon ini, bisa dibilang lebih kuat dari Seungkwan. Tapi, sikap dia yang acuh gak acuh ngebuat Vernon sering disangka PHP. Padahal anak ini tipe yang berkelakuan spontan, sesuai yang ada di pikirannya. Untung gue sama Seungkwan selalu bisa memaklumi dia.

Terakhir, gue, Dahyun. Cewek yang katanya beruntung karena di sisi kanan dan kiri gue selalu ada keduanya. Vernon sama Seungkwan selalu gue lihat sebagai sahabat, penilaian baik yang mereka punya gak akan gue elak. Ada saatnya gue akan memuji kedua orang ini, meski kebanyakan gak gue suarain, sih.

Diantara semua itu, seperti apa yang gue bilang dulu. Keduanya gak bisa buat gue naksir sama mereka.

Ketika biasanya dalam persahabatan beda lawan jenis, kebanyakan pihak cewek yang baper duluan. Maka ini gak terjadi dalam kisah gue.

Dulu zaman sekolah, Seungkwan pernah menjadikan gue sebagai alasan ia menolak pernyataan cinta. Itu memang benar-benar alasan, dia memang menunggu jawaban gue. Waktu itu, gue sama Seungkwan pernah terlibat obrolan tentang perasaan. Tanpa Vernon.

“Baper antara sahabat itu wajar, 'kan?”

“Wajar, Kwan. Kenapa? Lo suka gue, ya?”

“Iya. Kalau suka Vernon, serem.”

Gue ketawa. “Gak papa, sih. Toh kita kadang gak bisa milih bakal jatuh ke siapa.”

“Tadinya gue cuma mau lo tahu kalau gue suka sama lo, Hyun. Tapi, dipikir-pikir gak ada salahnya juga kalau gue nyoba.”

“Nyoba?” Dia ngangguk. “Iya. Nyoba nembak siapa tahu diterima.”

“Dahyun, lo mau jadi pacar gue nggak? Gue gak akan menawari apa-apa, tapi kalau lo minta, gue bakal usahain.”

“Kwan. Gue—”

“Gue kasih waktu deh,” potongnya, “jangan langsung nolak, ya.”

Saat itu dia berkata demikian, Seungkwan tetap nekat ngajak gue pacaran disaat dia sudah tahu apa jawabannya. Gue gak bisa kalau harus pacaran sama sahabat gue.

Gue gak bisa mengubah pandangan gue.

Sekarang, Seungkwan udah move on. Lucu rasanya ketika dia antusias nyeritain seseorang yang dia sukai. Yena, mereka ketemu pas diundang jadi bintang tamu seorang youtubers. Sama-sama punya akun youtube yang kontennya diisi video lucu, membuat keduanya dipersatukan. Mereka berdua tipe anak yang sama-sama asik, jadi gue ngerasa kalau Seungkwan gak salah jatuh hati sama Yena.

Mana cewek itu lucu banget, serba bisa lagi. Gue kalau bukan cewek kayaknya bakal naksir dia juga.

Ketika pundak gue kerasa lebih ringan karena Seungkwan udah nemuin orang lain yang bisa dia kejar cintanya, Vernon berulah. Dia ini jarang serius dalam percintaannya akibat sikap cueknya. Jadi, ketika dia mulai sering gombal atau muji gue, gue gak pernah melihatnya sebagai seseorang yang berusaha ngelakuin pendekatan.

Gue selalu menganggapnya sebagai candaan, seperti biasanya yang memang gak asing untuk persahabatan kami bertiga. Ketika makin lama Vernon malah makin menjadi, gue ngerasain hal yang beda dibanding Seungkwan dulu.

Gue bingung, dia ini bercanda atau serius, sih? Karena dibilang serius, masa kayak gitu? Dibilang bercanda, apa gak terlalu keseringan?

Kepala gue makin kerasa penuh karena khawatir sama kondisi Tzuyu.

Hari itu kebetulan banget temen sekolah gue, cewek, ngajak ketemuan. Gue mau coba sehari tanpa kehadiran mereka. Jadinya, gue nerima ajakan dia tanpa bilang-bilang mereka.

Namanya Eunbi—atau dulu pas sekolah sering disebut Sinbi, kalau kalian penasaran.

Gue seharian itu kerasa lebih ringan, mata gue kerasa terbuka lebih lebar dari biasanya. Mungkin gue yang belum naksir siapa-siapa ini, termasuk sahabat gue sendiri, karena dunia gue selama ini dihiasi keduanya. Gak ada tipe ideal yang gue harapkan karena sering melihat Vernon sama Seungkwan yang apa adanya.

Kemudian kebingungan gue terhadap sikap Vernon malah membuat gue risih? Terlebih dia bersikap seolah harus selalu tahu gue pergi kemana dan sama siapa. Padahal gue gak pernah menuntut itu pada mereka, mau Seungkwan ataupun Vernon. Meskipun kadang, kami inisiatif buat ngasih tahu sendiri.

Gue mengatakan pikiran gue, gue memilih untuk melihat sikap Vernon selama ini sebagai candaan. Terlebih, cowok ini gak pernah mengatakan gimana perasaannya.

Gue gak tahu kenapa dia marah padahal gue gak pernah mengatakan kalau perasaan itu bercandaan. Gue hanya mengatakan bahwa gombalan dia yang bercanda. Karena tadi, dia gak pernah mengatakannya, beda sama Seungkwan dulu.

Sekarang, cowok itu tiba-tiba mau pergi dari kami.

Apa itu karena gue?


“Jangan diem-dieman,” kata Seungkwan, “gue gak suka.”

Itu gak membuat gue sama Vernon bersuara. Rasa canggung kerasa banget diantara kami bertiga, dan Seungkwan berusaha untuk mencairkannya.

“Kalau ini soal perasaan, sebenarnya lo berdua salah kalau menurut gue. Dahyun gak pernah mau ngelihat, dan lo gak pernah mau mastiin. Dipikir Dahyun ngerasa cukup sama gombalan dan kata cakep doang? Nggak, Non.”

Ah gue paling gak suka Seungkwan kalau udah kayak gini. Omongan dia terkesan nyablak dan sialnya itu bener.

“Lo belum pernah gue kasih tahu ini, tapi kayaknya udah waktunya gue kasih tahu deh, Non,” ujar Seungkwan lagi, dia tahu bahwa antara gue sama Vernon gak akan ngomong apa-apa.

“Dulu gue pernah nembak, Dahyun.”

Vernon akhirnya ngangkat kepalanya, dia langsung ngelihat ke arah Seungkwan.

“Gue ditolak,” balas Seungkwan tenang, “gue yang waktu itu ngomong serius pun dia tolak. Apalagi lo yang semuanya serba gantung.”

Vernon ngelihat gue sekilas sebelum ngelihat ke arah Seungkwan lagi. Dia berkata, “Gue gak akan terpengaruh.”

“Gue gak lagi mempengaruhi, gue cuma cerita.”

Seungkwan nunjuk ke arah gue. “Anak ini udah gak bisa ngubah pandangannya. Sekali dia ngelihat kita sebagai sahabat, ya udah gak bisa berharap banyak. Gue tahu dia selalu nyoba, terlebih lo setelah gue. Tapi, kayaknya itu nekan dia gak sih? Makanya dia kesel sama lo waktu lo tanya-tanya?”

Hening. Vernon kelihatan baru sadar sama apa yang dikatakan Seungkwan? Itu gak hanya terjadi sama Vernon, tapi gue juga. Seungkwan bahkan jauh lebih paham dari diri gue sendiri.

Lebih dari itu, Seungkwan membicarakan gue seolah gue gak ada di sini, sama mereka.

“Gue selalu percaya kalian karena kalian sahabat gue. Gue tahu apa yang kalian lakuin gak mungkin gak ada alasannya. Tapi, gue gak paham kenapa kalian bisa diem-dieman sampai lo mutusin buat keluar dari Kafe.”

Vernon langsung ngegeleng. “Gue udah niat dari lama. Tapi, gue akui itu dipercepat karena ini...,” ucapnya kedengeran ragu di akhir.

“Lo tega ninggalin kami karena perasaan lo yang gak berbalas? Kenapa kita gak rayain bareng-bareng aja sih, Non? Gue juga lagi patah hati, kalau gak ada kalian gue gak akan bersikap kayak sekarang. Selagi ada kalian, gue gak seharusnya terlalu galau soal cinta.”

Seungkwan natap gue sama Vernon gantian. “Karena kalian sahabat gue. Gak tahu deh gue masih dianggap apa nggak.”

Sarkas.

“Lo masih sahabat gue,” balas gue langsung, “Vernon juga.”

“Masa?” tanya Seungkwan kemudian nunjuk ke Vernon, “dia ini udah kode mau ninggalin kita loh, Hyun. Gak penting kita tuh.”

Kenapa sekarang kesannya Seungkwan kayak ngomporin Vernon?

Sorry,” ucap Vernon pelan, “gue kemarin ... kecewa sampai ngebuat diri gue sendiri salah paham. Padahal apa yang Dahyun maksud dan yang gue tangkap itu beda.”

“Gue juga minta maaf. Maaf gue malah ngebuat kita kayak gini, gara-gara gue gak bisa ngubah pandangan gue sendiri,” balas gue.

“Lo gak salah, lo keren karena bisa untuk selalu ngelihat gue sama Seungkwan sebagai sahabat lo,” sahut Vernon lagi, “ayo baikan.”

Gue gak bisa nahan senyum lebar gue. “Ayo!”

Vernon langsung masang senyum lebarnya yang jarang ia perlihatkan ketika tangan gue sama dia bersatu buat salam baikan. Seungkwan yang ada di antara kami ikut tersenyum puas dan meletakkan tangannya di atas tangan gue sama Vernon.

“Kalau baikan, 'kan, enak. Let's go, sahabat. Mari merayakan patah hati gue sama Vernon, dan hubungan kita yang jadi sahabat lagi,” ucap Seungkwan, tiba-tiba kelihatan riang.

Gue tahu, ada di antara gue sama Vernon yang melibatkan perang dingin itu gak enak buat dia. Ini bahkan jauh lebih membebaninya daripada kenyataan kalau ia ditolak juga, gue nanti harus minta penjelasan soal ini.

Seungkwan kayak orang yang gak punya beban sama sekali sekarang.

“Gas, ayo kita mabok!” sahut Vernon. Dua cowok itu langsung berdiri dan menarik gue untuk pergi dari tempat itu. Sesuai ucapan Vernon tadi, gue paham kalau dua anak ini mau ke minimarket.

Jangan salah paham.

Mabok yang kata Vernon itu bukan minum minuman beralkohol, gak berani lah kalau itu. Tapi, membeli keripik berbagai bahan sebanyak-banyaknya dan memakannya sampai habis walaupun udah eneg.

Gak perlu minuman, sekarang semuanya kerasa lebih lega. Kami bisa lagi menjalani hari sebagai tiga orang sahabat.


honeyshison

Sorry for typo(s)